Bacotan di Malam Rabu
Kilas balik mengingat kejadian waktu itu aku lupa tepatnya di tahun berapa, aku duduk di salah satu cafe yang sering ku kunjungi bersama temanku, aku melihat seseorang yang sedang asik membaca buku sendirian ditemani dengan secangkir kopi hitam, mungkin americano pikirku. Aku berpikir dalam hati, laki-laki berkacamata itu tampaknya seorang yang jenius, matanya hanya fokus ke buku. Bahkan saat semua orang tertuju dengan wanita yang memakai rok mini, ia bahkan sama sekali tidak menggubrisnya.
Tidak lama kemudian, kira-kira setelah 5 menit seorang perempuan rambut pendek datang menghampiri laki-laki yang sedang asik membaca itu. Ia duduk tepat dihadapannya. Lalu menyodorkan buku yang kalau tidak salah judulnya “The Subtle Art of not Giving a Fuck”. Buku bersampul warna oranye sepertinya tidak asing. ya itu adalah buku karya Mark Manson yang terjemahannya “Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat” buku yang sempat populer pada zamannya dan banyak di gandrungi orang-orang karena judulnya menarik. Dan yang bikin aku gagal fokus waktu itu adalah dia memberikan buku original bahasa inggris. Keren sih.
Perempuan itu tidak mengeluarkan sepatah kata pun lalu meninggalkan laki-laki itu begitu saja. Laki-laki tersebut menyimpan buku nya yang diberikan perempuan tadi dan masukkannya ke dalam tas ransel. Aneh, ada satu kejanggalan. Dia memakai tas berwarna pink dengan gantungan kunci karakter micky mouse. Aku terus memperhatikannya tetapi ia tidak sadar. Aku memandangnya dengan sinis dan heran, benar-benar aneh dan nggak masuk akal membuat pikiranku melayang kemana-mana.
Ah bukan urusanku, batinku.
Waktu itu rasanya aku ingin pulang saja dan tanpa kusadari makananku belum kuhabiskan. Kuambil tissu untuk membungkus beberapa potongan ayam yang tersisa untuk kucingku dirumah.
****
Keesokan harinya cuaca sedang bagus-bagusnya kutarik nafas lalu mengebuskannya secara perlahan “hari yang bagus, hari ini mau kemana?” ucapku dalam hati. Aku teringat dengan laki-laki yang waktu itu sedang nongkrong di cafe. Ya buku itu. Buku milik Mark Manson. aku harus membacanya. Aku penasaran dengan isinya.
Baik setelah itu, aku pergi ke Gramedia terdekat di kotaku. Untungnya buku di gramedia boleh dibaca tanpa membeli. Sebuah kesempatan yang tidak boleh diabaikan. Kubaca buku itu sampai habis. entah sampai beberapa jam aku sama sekali tidak melihat jam ditanganku. sesekali kali ku potret beberapa quotes didalamnya. Buku yang menarik, sangat sangat recomended untuk dibaca.
Aku memang tipe orang yang lebih suka kemana-mana sendiri, lebih fleksibel dan mengurangi rasa badmood akibat harus nunggu temen yang katanya otw padahal baru bangun tidur. Aku sangat tidak suka dengan orang yang tidak tepat waktu, meski begitu pada dasarnya kita hidup di negera yang mana orang-orang nya pada suka ngaret. Jadi, habit itu udah mendarah daging dan susah buat di ubah.
Sebenarnya aku bingung mau nulis apa lagi, soalnya udah kehabisan topik hahahah. Canda-canda. Hari ini aku sedang berada di sebuah kafe, ya. Aku sendirian di temani oleh laptop, buku, handphone dan sesekali terdengar lagu “Pamungkas –kenangan manis”, tapi aku lebih suka memutar lagu di handphone lalu memakai headset karena musiknya lebih terdengar jelas. Selain itu aku bebas dari suara hiruk pikuk kota yang kadang terdengar bising ditelinga.
Ada sepasang orang yang sedang berpacaran, sesekali perempuan itu menatapku sisnis, aku bingung apa ada yang salah ? aku menatapnya kembali seolah sorot mataku bertanya “kenapa?” tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Sangat tidak penting.
Ada juga seorang Ibu kira-kira umurnya 40 tahun, membawa dua orang anak sekitaran umur 5 tahun dan yang satu umur 2 tahun, aku hanya menebak tapi seperti itulah ilustrasinya. Aku tidak tahu jelas sejak pertama datang sang anak yang berumur 2 tahun menangis tidak jelas, mereka duduk tepat didepanku. Aku melihat sang ibu mencubit anaknya lalu semakin keras anak itu menangis. Pada akhirnya mereka pergi begitu saja. Entahlah aku tidak pernah peduli dengan urusan orang lain.
Sekarang sudah pukul 21.20 yang menunjukkan jam sudah semakin larut, aku terus menulis tulisan ini sambil menedengarkan lagu Fiersa Besari – Garis terdepan. Kuhabiskan kopiku tanpa meninggalkan setetes pun. Bukan, bukan karena haus. Tapi aku menghargai setiap uang yang dikeluarkan harus benar-benar dimanfaatkan setiap nilainya.