lingkaran pertemanan (episode 2)
Nurliza Ramadani
Juni 03, 2019
0 Comments
“Lingkaran
peretemanan”
Jika menggali lagi cerita lingkaran perkawanan,
tulisanku sedikit menusuk dan mengartikan bahwa lingkaran perkawanan selalu
cerita yang mengerikan, padahal nggak semua nya begitu yaa. I’m sorry guyss, aku
bukan bermaksud mendiskriminasi lingkaran perkawanan yang ada disekitarku,
bukan bermaksud sedikitpun. Tapi mari kita review ulang, mari kita perjelas.
Kalau ditelaah lebih dalam, kawan dan teman itu berbeda, jauh berbeda. Memang
benar-benar berbeda sih menurut pandanganku.
Lantas, teman itu menurutmu apa ? bagaimana pandanganmu
setelah mendengar kata teman?
Kalau menurutku, teman itu adalah seperti yang sudah aku
jelaskan di tulisan lingkaran perkawanan sebelumnya, ya, temen adalah orang terdekat kita, namun
saat kita jatuh, dia belum tentu ada siamping kita. Agree? If you disagree with
my oppinion. No problem, this is about of my mind.
Teman sekolah, teman kampus, teman sepekerjaan.
Menurutku itu bukan teman sejati, kenapa? Karena teman sejati itu menurutku
sahabat. Walaupun beda sekolah, beda kampus, beda pekerjaan, beda lingkungan.
Dia tidak akan pernah meninggalkan kita.
Disini kita mengambil contoh teman sekolah, kita berteman
pada masa itu, namun, kita berteman hanya pada masa itu saja, setelah berubah
masa, tentunya kita akan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi,
kan? Atau kita pergi dari masa itu sendiri, karena waktu akan terus berjalan
bukan? Begitu juga dengan teman kampus dan teman pekerjaan . semuanya sama. Berteman pada masanya. Bukan selamanya,
karena yang berteman selamanya itu hanyalah seorang sahabat. Bukan teman maupun
kawan.
Mungkin teman menurutku itu adalah orang yang se-geng
kita pada masa-nya. Geng sekolah, geng kampus. Atau geng sepekerjaan. Antara
satu geng dengan geng yang lain itulah dikatakan sebagai kawan, dan satu yang
berisikan didalam geng itu sendiri dinamakan teman.
Aku kasih salah contoh dilingkungan sekolah “Eh kamu
yang ngetok pintunya ya, nanti aku yang ngomong”, atau dilingkungan kampus “Eh,
nanti aku ngerjain bagian yang ini, kamu bagian yang lain ya, atau kamu yang
ngeprint deh”, atau dilingkungan pekerjaan “Eh nanti kita tukaran shift ya,
nanti kalau aku nggak kerja kamu yang ganti’in ya, begitu juga sebaliknya”
Ok, Kata-kata seperti itu tentu saja kita semua pernah
mengalaminya, lantas apa itu bisa dikatakan sebagai teman? Menurutku yaa,
karena ada kerjasama didalamnya. Seperti simbiosis mutualisme kalau dalam
bahasa biologinya, saling menguntungkan katanya.
Sometimes, dalam hubungan teman-berteman tak selamanya
berjalan mulus, tak selamanya happy-happy melulu, tak selamanya satu pendapat,
satu pemikiran ataupun satu tujuan. Sama kayak pacaran ya guysss . hahahahaha
Acapkali kita jumpai pertengakaran sering terjadi,
ketidaksuka’an kita terhadap teman kita, kekesalan kita. Kita menganggap diri
kita adalah yang paling benar diantara teman-teman kita. Begitu juga dengan
teman kita, mereka juga merasa bahwa
merekalah yang paling benar. So, keduanya saling egois dan saling membenarkan
diri masing-masing. Dan inilah awal mula petengkaran terjadi. Ini salah guys,
ini salah. Disinilah kita butuh intropeksi diri, menyadari akan kesalahan
masing-masing. Kadang kita perlu
mengalah, bukan berati kita kalah, melainkan menunjukkan sikap kedewasaan kita
agar semunya tetap baik-baik saja.
“Jadi begini, teman...
Kita pernah mengemis, menangis, agar tidak saling
melepas. Kita pernah menghalalkan segala cara agar terus berbicara tanpa perlu perantara,
bahkan kita pernah takut hari esok tidak akan datang dan perbincangan tidak
lagi hangat.
Begini, teman.. biar kuingatkan,
Sejatinya kita saling membutuhkan, bukan menjatuhkan.
Jangan sungkan, pasti kan kuberi bantuan. Tapi berjanjilah; susah, senang, atau
apapun itu. Kita ini teman, kan?” kata
tarisafitria.
Kadang, kita tidak bisa memilih dengan siapa kita akan
berteman. Lingkungan dan keadaanlah yang akan mempertemukan. Ibarat kata,
bertemanlah dengan penjual minyak wangi, maka kita akan kecipratan wanginya. Begitu
juga dengan hal pertemanan. Pilihlah teman yang bisa mengajak kita kejalan yang
lebih baik.
So, dalam pandanganku, bagaimana kalau dari awal kita
menemukan orang yang kurang baik dan hal bertingkah laku? Apakah mereka pantas
ditinggalkan? Apakah kita harus meninggalkan dia demi mencari teman yang lebih
baik?
Guysss, menurutku, siapapun teman kita, bagaimanapun
akhlak dan tingkah lakunya, bukan hal benar jika kita langsung
mendiskriminasinya, bukankah akan lebih baik jika kita menuntunnya kejalan yang
benar? Lebih indah, bukan?
Toh, setiap manusia punya sisi kebaikannya masing-masing,
bahkan kita sendiri punya kekurangan.
Tapi kembali lagi, apakah setiap teman akan selalu hadir
disaat kita sedang jatuh atau terpuruk. Belum tentu.......