Follow Us @soratemplates

Selasa, 06 April 2021

Kekhawatiran Tentang Masa Depan (Quarter Life Crisis)

April 06, 2021 0 Comments

 


Buat kamu yang sedang berada di fase dimana kamu merasa gelisah tentang sesuatu, tentang masa depan tentang kebosanan dengan rutinitas yang itu-itu saja atau bahkan kamu sering menyalahkan dirimu sendiri karena pencapaianmu yang berbeda dengan orang lain. Mungkin kamu sedang berada di fase quarter life kiris.

 

Menurut peneliliti dan pengajar Psikologi dari University of Greenwich, London, Dr Oliver Robinson, ada 4 fase dalam QLC. Pertama, perasaan terjebak  dalam sebuah situasi entah itu pekerjaan, hubungan atau hal lainnya. Kedua, harapan bahwa akan muncul sebuah perubahan dalam hidup. Ketiga, membangun kembali hidup yang baru. Keempat, mengukuhkan komitmen seputar aspirasi, motivasi dan tujuan.

 

Umumnya seseorang akan mengalami quarter life crisis ketika mereka berada di umur 25-30 tahun. Dimana di umur tersebut puncak kedewasaan dimulai. Perasaann khawatir, tidak nyaman, kesepian, bimbang bahkan depresi dalam hidupnya. Apakah ini wajar? atau bahkan kamu merasa takut? Tenang, semua itu wajar dan semua orang bahkan mengalaminya. Hanya saja kita tidak pernah tau apa yang orang lain pikirkan dan alami.

 

Mungkin normalnya orang akan mengalami fase ini dimulai sejak umur 25 tahun. Tapi menurutku tidak selalu begitu. Bahkan sekarang di usia 22 tahun yang bisa dikatakan umur dewasa awal, baru selesai pendidikan dan tidak tau arahnya mau kemana. Aku merasakan hal itu. Atau kamu juga?

 

Merasa tidak bahagia dengan rutinitas yang itu-itu saja kadang membuat kita jadi kebingungan sendiri, apa sih yang kita mau? Apasih yang kita butuhkan? Hidup seperti apa yang menyenangkan? rasa bosan  timbul karena kita tidak berani keluar dari zona nyaman. Mungkin kita butuh space atau mungkin kita perlu mencari tau hal-hal yang seharusnya kita ketahui atau hal-hal yang mungkin saja bisa dipelajari.

           

Sering nggak sih merasa cemas tentang apa yang akan terjadi di masa yang akan datang? Padahal hal itu belum terjadi, tetapi malah bikin kita overthinking. Misalnya kalian lagi jalan-jalan, terus kalian melamun mikirin, aku bakal berhasil nggak ya ? aku bakalan gini-gini aja nggak sih ? aku udah melakukan apapun, tapi apa itu worth it untuk lima tahun kedepan? Dan ujung-ujungnya kalian malah dibikin pusing sama pertanyaan-pertanyaan yang nggak tau jawabannya apa.

 

Salah satunya begini, mungkin kita sedikit merasa minder saat melihat aktivitas teman kita di sosial media, entah itu teman kita yang sudah bekerja kantoran, punya usaha sendiri, sukes di usia muda, atau bahkan melihat kebahgiaan orang yang telah menikah. Sedangkan kita masih stuck di situ-situ aja, bahkan belum memulai apa-apa. Padahal hidup bukan ajang perlomabaan. Bukan tentang siapa yang sukses duluan dia adalah pemenangnya. Basically, kita semua adalah pemenang, pemenang atas apa yang sudah kita peroleh dan sudah sejauh mana proses yang kita lalui. Orang lain tidak akan pernah tau, orang lain hanya melihat hasil lalu memujinya. Stop comparing us with other people, because in fact everyone has a different path.

 

 Perlu kita ingat, orang lain tidak pernah menunjukkan bagaimana susahnya menjalani kuliah, orang lain tidak pernah menunjukkan bagaimana susahnya mencari kerja, orang lain tidak akan pernah menunjukkan bagaimana sulitnya bekerja dalam tekanan. Sosial media hanyalah sebuah cover.

 

Kita harus menyadari bahwa segala sesuatu hal tidak selalu berjalan dengan sempurna. Pernah nggak ketika mau tidur, kadang suka mikir dalam hati “umur aku udah segini aja”, “perjalananku udah panjang” padahal kemaren rasanya baru saja main petak umpet bareng teman-teman kecil, lari kesana kemari, merengek minta uang jajan sama mama, nongkrong di kantin, ketawa-ketiwi bareng teman se-geng’an . but sometimes we are not aware atas apa yang udah kita lakukan selama ini. Bahkan hari-hari yang udah kita lewati rasanya begitu cepat. Kata anak kecil menjadi dewsa itu asyik, kata orang dewasa, menjadi anak kecil jauh lebih menyenangkan. tapi kita kadang lupa, hidup itu tidak seindah apa yang kita bayangkan.

 

Dalam menentukan makna hidup, kita harus benar-benar tau apa tujuan kita lahir dunia ini, atas dasar apa kita mau bertahan sampai saat ini. Apa yang kita cari. Mungkin di saat kita remaja kita berpikir bahwa menjadi orang yang bermakna adalah orang yang bisa menjadi manfaat bagi orang lain, atau kita bisa membahagiakan orang lain. Bahkan kita memiliki pandangan bahwa uang bukanlah segalanya, melainkan sesuatu yang bersifat sementara. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu ketika usia mulai memasuki tahap dewasa awal kita mulai berpikir realistis. Wah hidup ini keras men, salah satunya tuntutan finansial, alhasil makna hidup yang tadinya bermanfaat bagi orang lain hanyalah ulusi belaka. Jadinya,  dilema untuk memilih antara tujuan hidup  atau mengikuti realitas saat ini.